Pages

Sebuah karya dari anak bangsa berupa bakat terpendam barangkali dapat bermanfaat bagi siapa saja yang suka.

KATA-KATA MUTIARA

Oleh : Imam Supriadi)

A. PERIHAL KEBENARAN :

1. Kebenaran bukan diukur dari banyak dan sedikitnya orang yang berpendapat melainkan diukur dari kedalaman hati yang paling dalam yakni Hati Nurani.

2. Nyatakanlah yang benar itu Benar dan yang salah itu Salah, walau pahit sekalipun.

3. Menyatakan kebenaran tidak mesti berbuah pada hari yang sama.

4. Mengusung kebenaran pastilah banyak tentangan dan tantangannya.

5. Kebenaran sejati hanya ada di akhirat kelak. Tetapi kebenaran di dunia bukanlah tidak diperjuangkan, meski banyak tentangan dan tantangannya.

6. Berbuat kebaikan belum tentu berbuah kebenaran, tetapi yakinlah jika berbuat kebenaran akan berbuah kebaikan.

B. PERIHAL CINTA :

1. Mencintai seseorang tidaklah harus mengorbankan segala-galanya, karena akan berakibat mencintai dengan secara membabibuta.

2. Cinta tidak diukur dari seberapa banyak orang yang dicintai telah memberikan harta dan bendanya, melainkan seberapa dalam ketulusan hati yang telah diperlihatkan untuk yang dicintainya.

3. Orang yang beriman mengukur cintanya berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits.

4. Orang yang beriman itu cintanya semata hanya untuk Allah dan Rosulnya, bukan untuk kekasihnya atau siapapun yang bisa menjebaknya menjadi imannya berat sebelah.

5. Isteri yang sholihah adalah isteri yang bersolek karena tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Artinya, ia bersolek karena untuk kebutuhan suami tercinta, demi menjaga keutuhan cintanya kepada suami tercinta.

6. Cinta karena nafsu akan cepat pudar, tetapi Cinta karena Iman akan tetap langgeng.

7. Isteri yang setia adalah isteri yang bisa menjaga martabat suami dan dirinya.

8. Berbahagialah sepasang kekasih yang bisa selamat sampai ke pelaminan karena telah menjaga ‘harta’ yang paling berharga, karena ‘harta’ itu hanya diberikan ketika ijab qobul selesai diucapkan dihadapan Penghulu, Wali dan Para Saksi.

Rabu, 11 Januari 2012

Buya HAMKA Nasionalisme Agama untuk Membangun Negeri

Bismillahirrohmaanirrohiim,,
Beliau yang bernama lengkap Haji Abdullah Malik Karim Amrullah ini memang kerab dikenal luas oleh masyarakat dengan sebutan Buya Hamka. Buya sendiri merupakan panggilan untuk orang Minangkabau yang berasal dari kata abi,abuya, berasal dari bahasa Arab yang artinya ayahku, atau seseorang yang dihormati. Sedangkan Hamka sendiri merupakan singkatan dari nama panjang beliau tersebut.
Hamka kecil memang telah dididik oleh ayahnya dengan kehidupan Islami yang menyeluruh, ia juga sangat dekat dan menyenangi bahasa Arab. Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, dikenal sebagai Haji Rasul, yang merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906. Beliau merupakan seorang tokoh utama dari gerakan pembaharuan atau modernisme Islam di Minangkabau yang terkenal dengan sebutan Kaum Muda.
Hamka juga merupakan seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti, dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx, dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Soerjopranoto, Haji Fachrudin, AR Sutan Mansur, dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.
Beliau adalah sosok yang patut dicontoh oleh para pemuda saat ini. Bagaimana tidak, seorang Hamka yang memiliki kemampuan bahasa Arab yang tinggi tersebut, tidak pernah anti pada hal-hal baru yang tentu saja tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama Islam. Apa yang dilakukan oleh beliau merupakan satu gerakan revolusioner pada zamannya, di mana pada saat itu kebanyakan intelektual hanya berkutat di salah satunya, bidang agama atau bidang non agama saja, namun beliau malah dengan nafas Islam-lah mempelajari berbagai pemikiran dari ilmuan Barat untuk dikaji dan diteliti guna kepentingan umat. Bahkan, di bidang sastra, Buya Hamka banyak menelurkan karya-karya sastra fenomenal seperti Tenggelamnya Kapal Vanderwijck (1937), Dibawah lindungan Kabah (1936), Merantau ke Deli (1940), Terusir, dan Keadilan Ilahi selain karya Besar Tafsir Al Qur’an yang legendaris, Tafsir Al Azhar (1966)
Sosok Hamka juga tak lepas dari peranannya di bidang perpolitikan bangsa karena ia teringat betul pesan dari ayahandanya yang diucapkan ketika Muktamar Muhammadiyah tahun 1930 di Bukittinggi, “Ulama harus tampil ke muka masyarakat, memimpinnya menuju kebenaran”. Hamka aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah. Ia mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bid’ah, tarekat, dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929. Kegiatan politik Hamka bermula pada tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional Indonesia. Kemudian sejak tahun 1950-an Hamka bergabung dengan Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) dan bahkan beliau menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum 1955.
Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka merupakan seorang wartawan, penulis, editor, dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa buah surat kabar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah Al-Mahdi di Makassar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat, dan Gema Islam.
Mari kita bayangkan bersama, seorang Ulama yang juga Sastrawan, juga seorang Wartawan yang banyak menulis tentang gema perubahan Negara Indonesia yang lebih baik berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Hamka adalah orang yang berdedikasi tinggi terhadap ilmu pengetahuan, paham akan keanekaragaman, gemar menciptakan inovasi perubahan, namun tak pernah melepaskan ikatan-ikatan dasar sebagai makhluk ciptaan-Nya. Sosok penuh inspirasi yang membuat kagum banyak kawan maupun lawan, dan semuanya itu dimulai dari Hamka muda. Betul, sedari awal Hamka telah mengazamkan diri untuk membuat perubahan yang lebih baik bagi diri, keluarga, masyarakat dan bangsa Indonesia-nya, bangsa Indonesia milik kita bersama.
Begitu luar biasa sepak terjang dari Buya Hamka ini hingga Majelis tertinggi Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir memberikan gelar Doctor Honoris Causa (Ustadziyah Fakhriyah) pada Hamka tahun 1959. Universitas Kebangsaan Malaysia pun juga memberi gelar yang sama dibidang kesusastraan tahun 1974. Sedangkan Universitas Prof. Dr. Moestopo Jakarta juga memberi gelar Profesor Kehormatan pada tahun 1966.
Dalam dekade 1970-an sampai awal 1980-an kalau orang bertanya, siapa pemimpin ulama Indonesia? Jawaban yang pasti adalah Buya Hamka. Sosok Hamka sebagai ulama dan pujangga Islam Indonesia tidak hanya dikenal luas di tanah air, tapi juga di luar negeri. Tampilnya sebagai ulama penjaga akidah umat sangat termahsyur namun tetap santun dengan penuh kebijaksanaan.
Pada akhirnya, kita benar-benar merindukan sosok penerus dari generasi muda yang memiliki tingkat kualitas sekaliber Buya Hamka. Ya, harapan itu masih ada, dan kita lah para pemuda yang mengemban tanggung jawab tersebut. Maju terus untuk memimpin perubahan dan mengehentak peradaban, menuju Indonesia yang lebih baik.
Salam semangat menciptakan perubahan, Muhammad Joe Sekigawa (4-c Rehsos STKS Bandung 2008)
NB: Ini adalah artikel yang telah dipublikasikan pertama kalinya dalam Buletin BEM STKS Bandung Edisi 01 Oktober 2011
Sumber Gambar Utama (featured)
Sumber :  
http://bocahbancar.wordpress.com
Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 komentar

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

Kenangan Tak Terlupakan

Hari menjelang pagi ketika bus yang kutumpangi telah sampai di kota Palembang. Aku merasa lelah dan masih terasa kantuk, karena sehari semalam di perjalanan sejak berangkat dari kota Depok untuk menuju kota yang selama ini hanya sebatas angan dan tak pernah kubayangkan akan kusinggahi. Betapa perjalanan yang kutempuh harus melalui sebuah perjuangan yang tak kenal lelah, ketika sebelumnya masih segar dalam ingatan bagaimana aku memohon kebijakasanaan kepada dua orang temanku yang baru saja menikmati jabatan struktural di kantor yang sama denganku. Perjuangan yang panjang memang telah menghasilkan sesuatu yang selama ini aku idam-idamkan, yakni keinginanku untuk menjadi seorang auditor sesuai dengan pendidikan yang telah aku terima beberapa tahun sebelumnya. Dikarenakan kawan-kawanku telah terlebih dahulu menikmati jabatan fungsional yang banyak diinginkan oleh semua orang di kantorku. Termasuk aku sendiri pun menginginkannya. Namun karena kebijakan waktu itu tidak kondusif, maka aku pun tak dapat memperjuangkannya. Panjangnya Birokrasi dan sistem politik yang membelenggu kebebasan berdemokrasi (berbeda pendapat) tidak memungkinkan setiap orang untuk berani mengajukan usulan apalagi tuntutan.

Namun semua itu telah berlalu. Hari kebebasan pun bisa aku nikmati saat ini. Aku berani mengajukan usulan dan tuntutan, meski hasil yang kan didapat tak bisa ditebak. Semua berpulang pada kebijaksanaan kedua kawanku tersebut. Alhasil setelah kutunggu-tunggu usulan dan tuntutan itu membuahkan kemenangan di pihakku. Dari hasil perjuanganku itu masih kurasakan ganjalan yang mengarah pada sentimen dari kawan-kawanku yang tak percaya bahwa usulan dan tuntutanku itupun terpenuhi. Mereka tak percaya dengan alasan bahwa usulan dan tuntutan itu harus keluar biaya dari diri sendiri. Bagi mereka mustahil, jika permintaan itu datang dariku dan dibiayai oleh dinas atau kantor, bukan dari kantongku sendiri. Tapi, apapun ocehan dan atau ucapan mereka, aku hanya menganggap ‘anjing menggonggong kafilah berlalu’. Perduli amat mendengarkan ucapan mereka yang iri atau sentimen dengan usahaku. Terpenting bagiku adalah kenyataan yang kudapat memang demikian adanya. Titik.

Haripun telah menyongsong pagi dan tak lama lagi akan datang siang. Aku menjejakkan kakiku di bumi ‘Sriwijaya’, kata orang Palembang. Aku berharap, pagi yang cerah ini juga akan membawa cerah pula usahaku disini. Cita-cita telah kutanamkan pada jiwa dan batin ini, semoga aku mendapatkan kebahagiaan.

Hari pertama aku belum melakukan tugas atau kegiatan apapun di kantor yang baru. Aku hanya melapor kedatanganku kepada Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan wilayah II Palembang. Waktu yang ada aku gunakan untuk berkenalan atau memperkenalkan diri kepada kawan-kawan baruku, meski ada juga beberapa kawan lamaku yang dulunya dari kantor di Jakarta, tetapi mereka pindah kesini telah lebih dulu dari aku. Ada kawanku yang kuanggap sukses setelah berpindah dari kantor Jakarta. Ini yang memotivasi, kalau akupun harus sukses seperti kawanku itu. Kawanku itu berinisial KD (yang beserta isteri dan anaknya pindah ke Medan sebelumnya). Ia sukses dengan memiliki rumah dan mobil sendiri (yang sebelumnya aku tahu kalau dia itu seperti apa). Aku melihat sisi positifnya dan dapat kupelajari sebagai bekal aku hidup disini. Aku tak mau hanya terpesona atau terpaku dengan keberhasilannya, bagiku langkah selanjutnya adalah menata hari-hari berikut yang akan aku lalui. Segala daya upaya akan aku lakukan untuk mencapai tujuanku.

Hari kedua aku masih seperti hari kemarin, belum melakukan kegiatan sebagimana layaknya bekerja di kantor. Aku saat itu masih memikirkan posisi aku yang belum mempunyai unit kerja, karena masih bersifat sementara, dimana keadaan kantor baru saja berbenah sehabis pindahan dari kantor yang lama di Jalan Demang Lebar Daun ke Jalan Kapten Anwar Sastro atau lebih dikenal dengan sebutan Jalan Lorong Kulit. Ya, jalan lorong kulit memang nama yang diberikan waktu itu dan orang-orang pun lebih kenal dan tahu nama jalan itu meski sudah berganti nama. Pada hari kedua aku meminta izin kepada atasanku untuk mencari tempat tinggal sementara sebelum keluargaku ikut bersamaku. Keluargaku masih tinggal di Kota Depok – Jawa Barat dikarenakan aku harus mencari tempat tinggal dan sekolah untuk mereka. Aku memiliki lima orang anak yang terdiri dari tiga orang puteri dan dua orang putera yang kesemuanya harus kuurus kebutuhannya. Aku mencari tempat penginapan/rumah sewa untuk keluargaku, yang menurut aku harus dekat dengan kantor dan juga sekolah anak-anakku. Selain itu biaya sewa yang tak terlalu mahal atau terjangkau. Karena aku belum mengerti seluk beluk Kota Palembang, ditambah lagi cerita-cerita yang kurang sedap tentang masyarakat palembang yang suka main ‘tujah’ atau tusuk. Benarkah demikian?

Dalam perjalan kisahku ini akan terjawab apa yang telah aku terima gambaran dari perilaku masyarkat Palembang yang ‘kriminal’ ternyata salah dan tak semuanya seperti itu. Di awal-awal aku singgah atau tinggal di Kota Palembang, perasaan was-was atau takut masih menempel dibenakku. Bila malam tiba, aku lebih banyak mengurung diri di dalam kamar, tapi sekali-sekali aku bercengkerama dengan teman satu kost, untuk mengusir kesendirianku di perantauan. Aku mulai memiliki teman. Aku mulai berkenalan dengan teman-reman satu kost. Satu persatu aku tahu siapa mereka. Ada yang bekerja di swasta, tapi kebanyakan adalah pegawai negeri sipil, termasuk teman sekantor yang bernama Zawernis Duko yang asal padang-Sumatera Barat dan Untoro yang asal Jawa.

O ya, aku bisa mendapatkan tempat kost-an karena jasa seseorang yang sebenarnya adalah atasanku di kantor. Beliaulah yang menunjukkan tempat kost-an tersebut kepadaku, yang ternyata sangat dekat dengan kantorku. Beliau telah meninggal dunia pada tahun 2007, setelah aku pindah di Lampung (Kota Bandar Lampung). Aku dan juga keluarga merasa ikut kehilangan atas berpulang kerahmatullahnya, karena beliau punya jasa yang tak kan pernah kami lupakan selamanya. Selama keberadaanku di kantor perwakilan di palembang, aku sangat terbantu dalam tugas-tugas pemeriksaan. Sebagai contoh, aku mendapat tugas hingga lima (5) kali dalam tahun 2005, sampai sampai banyak teman yang iri dan curiga dengan kedekatanku pada beliau itu. Sungguh aku dekat dengan bleiau karena faktor perteman/persahabatan dan juga kekeluargaan, sehingga murni tak ada maskud lain.

Hari demi hari kulalui, tak terasa tahunpun berganti. Banyak cobaan datang silih berganti. Kenyamanan dalam aku bekerja terasa semakin menurun, dikarenakan adanya tekanan, gunjingan, bahkan finahan yang datang mengahmpiriku....(bersambung)

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?” Isa menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib”. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan) nya yaitu: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu”, dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.” (QS. Al Maaidah: 116-117).

Fauna

Fauna
Penguin yang cantik

Search

 
Posts RSSComments RSSBack to top
© 2011 Kesusasteraan Indonesia ∙ Designed by BlogThietKe | Distributed by Rocking Templates
Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0