Pages

Sebuah karya dari anak bangsa berupa bakat terpendam barangkali dapat bermanfaat bagi siapa saja yang suka.

KATA-KATA MUTIARA

Oleh : Imam Supriadi)

A. PERIHAL KEBENARAN :

1. Kebenaran bukan diukur dari banyak dan sedikitnya orang yang berpendapat melainkan diukur dari kedalaman hati yang paling dalam yakni Hati Nurani.

2. Nyatakanlah yang benar itu Benar dan yang salah itu Salah, walau pahit sekalipun.

3. Menyatakan kebenaran tidak mesti berbuah pada hari yang sama.

4. Mengusung kebenaran pastilah banyak tentangan dan tantangannya.

5. Kebenaran sejati hanya ada di akhirat kelak. Tetapi kebenaran di dunia bukanlah tidak diperjuangkan, meski banyak tentangan dan tantangannya.

6. Berbuat kebaikan belum tentu berbuah kebenaran, tetapi yakinlah jika berbuat kebenaran akan berbuah kebaikan.

B. PERIHAL CINTA :

1. Mencintai seseorang tidaklah harus mengorbankan segala-galanya, karena akan berakibat mencintai dengan secara membabibuta.

2. Cinta tidak diukur dari seberapa banyak orang yang dicintai telah memberikan harta dan bendanya, melainkan seberapa dalam ketulusan hati yang telah diperlihatkan untuk yang dicintainya.

3. Orang yang beriman mengukur cintanya berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits.

4. Orang yang beriman itu cintanya semata hanya untuk Allah dan Rosulnya, bukan untuk kekasihnya atau siapapun yang bisa menjebaknya menjadi imannya berat sebelah.

5. Isteri yang sholihah adalah isteri yang bersolek karena tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Artinya, ia bersolek karena untuk kebutuhan suami tercinta, demi menjaga keutuhan cintanya kepada suami tercinta.

6. Cinta karena nafsu akan cepat pudar, tetapi Cinta karena Iman akan tetap langgeng.

7. Isteri yang setia adalah isteri yang bisa menjaga martabat suami dan dirinya.

8. Berbahagialah sepasang kekasih yang bisa selamat sampai ke pelaminan karena telah menjaga ‘harta’ yang paling berharga, karena ‘harta’ itu hanya diberikan ketika ijab qobul selesai diucapkan dihadapan Penghulu, Wali dan Para Saksi.

Kamis, 24 September 2009

KEMAMPUAN DAN PERAN SERTA AUDITOR DALAM PEMERIKSAAN DI ERA OTONOMI DAERAH

Pendahuluan
Pada saat ini Badan Pemeriksa Keuangan atau disingkat BPK tengah merekrut pegawai untuk menambah kebutuhan sumber daya manusianya, baik untuk tenaga administrasi umum maupun untuk tenaga tekhnis pemeriksaan.
Pada tahun sebelumnya BPK telah menambah sumber daya manusianya selama lima tahun berturut-turut sebanyak 200 orang per tahunnya, akan tetapi jumlah yang direkrutpun belum memadai seperti keinginan BPK selama ini.
Kebutuhan akan pegawai dibidang pemeriksaan atau tenaga tekhnis pemeriksaan menyebabkan BPK terus berusaha merekrut pegawai untuk pemenuhan dimaksud, meski terkendala oleh kebijakan pemerintah dalam hal ini Badan Kepegawaian Nasional yang bertugas menginformasikan penerimaan pegawai dari seluruh instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah.
Upaya yang tak kenal lelah terus diupayakan agar target untuk tenaga teknis pemeriksaan dapat terpenuhi sesuai dengan jumlah entitas yang diperiksa oleh BPK.
Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan II Wilayah Palembang jumlah entitasnya berkisar 43 entitas yang terdiri dari Provinsi, Kabuapaten dan Kota di wilayah Sumatera Bagian Selatan; apalagi bila ditambah dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), maka jumlah tersebut menjadi alasan BPK untuk menambah jumlah pegawai auditornya.
Jumlah tersebut bila dikalikan dengan empat orang per tim menjadi 172 tenaga auditor (belum termasuk BUMD dan RSUD) yang dibutuhkan saat ini untuk Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan II Wilayah Palembang.
Kekurangan tersebut harus terpenuhi dengan cara merekrut tenaga auditor baru. Hal tersebut diatas baru dilihat atau diukur dari entitas yang diperiksa bila melakukan pemeriksaan di bidang Laporan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang biasanya dilakukan pada semester awal dalam triwulan pertama belum ditambah bila melakukan pemeriksaan di bidang kinerja, investigasi dan yang lainnya jika dilakukan pada waktu yang berdekatan. Dengan demikian harapan kedepan BPK Perwakilan II Palembang dapat memenuhi tenaga tekhnis auditornya tanpa mengalami banyak hambatan dari pihak terkait (dhi.BKN).
Penambahan jumlah pegawai BPK berkaitan erat dengan tuntutan masyarakat kepada Pemerintah yang melakukan pemekaran wilayah untuk memberdayakan daerah untuk semakin mampu menyejahterakan rakyat atau masyarakat dibidang ekonomi, perhubungan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dinamakan desentralisasi atau otonomi daerah, yakni pelimpahan/penyerahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Daerah Otonom (dhi. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota) dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (sebagaimana bunyi Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 106 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan).
Pemekaran wilayah yang berdampak semakin banyaknya daerah-daerah baru menjadikan jumlah entitas yang diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan khususnya di perwakilan-perwakilan bertambah. Seperti Kabupaten Ogan Komering Ilir dimekarkan menjadi Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu menjadi Kabupaten Ogan Komering Ulu (Induk), Ogan Komering Ulu Timur dan Ogan Komering Ulu Selatan
Otonomi Daerah sebagai upaya pemerintah pusat (Pemerintah) untuk meningkatkan peran serta daerah dalam pembangunan serta sebagai jalan untuk memeratakan pembangunan, maka pemerintah sejak tahun 1999 meluncurkan kebijakan otonomi daerah. Untuk mendukung maksud tersebut pemerintah mengeluarkan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah sebagai perwujudan pelaksanaan Otonomi Daerah atau Desentralisasi dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan juga Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam hal lain juga dilakukan pula pemekaran wilayah, baik itu provinsi maupun kabupaten dan kota. Khusus untuk provinsi saja sekarang ini menjadi 32 dari 27 provinsi minus Provinsi Timor Timur, sehingga menambah beban pembiayaan baik bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah itu sendiri.
Cakupan Entitas Pemeriksaan Semakin Bertambah
Dengan semakin bertambahnya wilayah atau daerah di Indonesia, maka semakin banyak pula entitas yang harus diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Penambahan jumlah entitas ini terutama sangat dirasakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang di perwakilan-perwakilan, karena berhubungan langsung dengan pelayanan masyarakat yang berada di daerah, sehingga untuk keseimbangan antara Sumber Daya Manusia (dhi. Tenaga Auditor) dengan jumlah entitas masih jauh dari harapan dikarenakan penambahan tenaga auditor tiap tahunnya belum dapat terpenuhi. Hal ini menjadi pemikiran yang serius bagi perwakilan-perwakilan untuk mengajukan penambahan Sumber Daya Manusia (dhi. Tenaga Auditor) ke BPK Pusat, agar faktor keseimbangan tersebut dapat tercapai dan dapat melancarkan tugas-tugas yang diberikan kepada perwakilan-perwakilan untuk memeriksa pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang biasa disebut Laporan Perhitungan APBD bisa menjangkau seluruh entitas yang jumlahnya sebanyak 43 entitas baik itu provinsi maupun kabupaten dan kota di wilayah kerja Sumatera Bagian Selatan khusus bagi Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan II Palembang. Selain itu untuk lebih memudahkan koordinasi dan komunikasi antara BPK dengan Pemerinah Daerah sebagai entitas yang diperiksa, menurut ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 yang sudah diamandemen Pasal 23G : “Badan Pemriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinisi”
Perekrutan Pegawai Tenaga Auditor
Sebelum berbicara masalah kinerja auditor, sebelumnya diawali dengan memilih pegawai atau memilih karyawan. Dalam memilih calon karyawan membutuhkan beberapa penilaian, diantaranya kecakapan akademik, kemampuan intelektual, dedikasi serta loyalitas (dua unsur ini perlu dibuktikan juga saat rekruitmen).
Biro Kepegawaian sebagai penyelenggara penerimaan pegawai sudah barang tentu mempunyai catatan tentang kriteria calon pegawai, apalagi untuk ditempatkan sebagai pegawai tekhnis. Sebagai catatan, pada awal Tahun 2003 BPK telah menerima 23 orang pegawai baru dari lulusan SLTA dan 137 orang pegawai baru dari lulusan Sarjana S1 (Akuntansi, Hukum, Manajemen dan Komputer). Hasil tersebut diperoleh setelah menyeleksi dari 6000 pucuk surat dari seluruh tanah air melalui dua tahapan, yakni tahap penyeleksian administrasi dan tahap penyeleksian ujian tertulis dan psikotes serta ujian kemampuan akademik. Kemudian pada Tahun 2004 sekarang ini BPK menerima dan menyeleksi calon pegawai baru sebanyak 1491 orang untuk ditempatkan di seluruh kantor BPK, baik Kantor Pusat dan Perwakilan Khusus BPK Jakarta maupun perwakilan di luar jakarta, seperti Perwakilan Yogya di Yogya, Perwakilan Medan di Medan, Perwakilan Makassar di Makassar, Perwakilan Denpasar di Denpasar, Perwakilan Banjarmasin di Banjarbaru, Perwakilan Palembang di Palembang dan yang terbaru Perwakilan Papua di Jayapura. Untuk penerimaan tahun ini BPK menurut berita akan menerima sejumlah 250 pegawai baru, sedangkan yang melamar dan akan mengikuti ujian penyaringan atau seleksi sejumlah 1491 orang.
Kebijakan perekrutan dapat ditilik dari dua sudut pandang, pertama ‘rekruitmen’ dari dalam atau lingkup dinas seperti mendidik para pegawai yang ada yang menurut penilaian layak untuk diberikan pendidikan dan pelatihan di bidang pemeriksaan, baik dilihat dari masa kerja, golongan dan pangkat, juga dedikasi dari para pegawai yang hendak direkrut. Kedua, ‘rekruitmen’ dari luar dinas-yang berarti harus menerima pegawai baru untuk ditempatkan sebagai tenaga auditor nantinya. Menurut tulisan Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA, bahwa kebijaksanaan promosi (rekruitmen) dari dalam, jika dalam suatu organisasi dianut kebijaksanaan bahwa dalam hal terjadinya lowongan-lowongan itu diisi dari para pekerja yang sudah menjadi karyawan organisasi, tentunya para pencari kerja tidak usah lagi berpaling ke sumber-sumber tenaga kerja di luar organisasi.¹
Diawali dengan perekrutan, kemudian dengan penempatan adalah sebuah pekerjaan yang membutuhkan pemikiran dan manajemen yang tepat, agar calon pegawai yang akan diangkat menjadi tenaga auditor benar-benar dapat diandalkan. Jika salah dalam perekrutan dan penempatan, maka tindakan selanjutnya akan berkait semisal kegagalan. Alhasil rangkaian pemilihan pegawai yang akan ditempatkan menjadi tenaga auditor harus meliputi tiga hal, yakni ‘acceptable’, ‘kredible’ dan ‘capable’ atau dalam bahasa lokalnya yakni ‘diterima’, ‘dipercaya’ dan ‘mampu’. Syarat pertama yang harus dilalui oleh mereka yang melamar untuk menjadi pegawai secara umum adalah lulus persyaratan administrasi umum dan kedua lulus persyaratan teknis; artinya si pelamar harus lulus seleksi penerimaan secara tertulis, kemudian lulus tes wawancara dan selanjutnya lulus kecakapan akademik.
Penempatan Pegawai Tenaga Auditor
Penempatan pegawai sebagai satu rangkaian tak terpisahkan dari perekrutan pegawai. Salah dalam penempatan, salah pula dalam tindakan selanjutnya. Satu kesatuan tak terpisahkan ini harus dilihat secara utuh agar dalam penilaian kinerja audtor tidak salah setelah mereka ditempatkan dan bekerja penuh sebagai auditor.
Dalam masalah penempatan ini yang perlu diperhatikan adalah proses pembauran atau pengenalan antara pegawai lama dengan pegawai baru, karena menurut tulisan Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA dalam masalah penempatan ini dikatakan bahwa pada dasarnya dapat dikatakan bahwa keberhasilan suatu program pengenalan sangat tergantung pada sikap para pegawai lama dalam interaksinya dengan pegawai baru selama masa pengenalan berlangsung.
Sikap positif para pegawai lama terhadap organisasi, terhadap tugas dan terhadap pegawai lainnya jauh lebih penting, artinya dibandingkan dengan kemampuan memberikan penjelasan tekhnis tentang berbagai kegiatan yang berlangsung dalam organisasi.
Sebaliknya apabila para pegawai lama dalam interaksinya dengan pegawai baru menunjukkan sikap yang apatis dan negatif terhadap organisasi, terhadap tugas dan terhadap para pegawai lainnya, sangat mungkin hasilnya adalah pembentukan persepsi negatif di kalangan para pegawai baru tentang organisasi yang pada gilirannya akan menjadi pendorong kuat bagi mereka untuk meningalkan organisasi.
Selanjutnya dalam tulisan itu pula dikatakan bahwa program pengenalan akan semakin effektif apabila digunakan pendekatan formal dan informal. Berarti penyelenggaraannya tidak hanya didasarkan pada berbagai kegiatan terstruktur, tetapi juga kegiatan tidak terstruktur. Tidak hanya itu. Penyelenggaraan program pengenalan mutlak perlu melibatkan dua pihak, yaitu satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia dan para manajer yang menjadi atasan langsung para pegawai tersebut.
Sudah barang tentu antara kedua pihak terjadi pembagian tugas yang rapi, misalnya para pejabat atau petugas pengelola sumber daya manusia memberikan penjelasan yang bersifat umum, sedangkan para manajer memberikan penjelasan tentang seluk beluk pekerjaan yang akan dipercayakan kepada para pekerja baru tersebut. Suatu program pengenalan mencakup empat hal utama, yaitu berbagai aspek kehidupan organisasional, keuntungan bagi para pegawai, perkenalan dan berbagai aspek tugas.
Agar tidak terjadi pembentukan kelompok atau pengelompokan pegawai dari lulusan yang satu dengan lulusan yang lain, maka teori atau pendapat dari Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA dapat dijadikan acuan dalam proses pembauran. Disamping itu juga peran dari atasan langsung bisa mengeliminir sikap atau tindakan yang seharusnya tidak perlu dilakukan oleh segolongan pegawai, karena bisa berdampak pada tidak terjadinya komunikasi yang baik (miscommunication).
Kinerja Auditor
Kinerja Auditor dinilai dari hasil laporan pemeriksaan dan kegiatannya dalam tugas sehari-hari. Ketika ia mendapat kepercayaan untuk melakukan tugas pemeriksaan, apatah yang dipersiapkan oleh yang bersangkutan mengenai pengetahuan tentang lingkup dan tugas pemeriksaan dipahami secara benar. Pengetahuan yang diperoleh ketika ia dulu mendapatkan pendidikan dan pelatihan untuk menjadi seorang auditor ditambah dengan tingkat pendidikannya.
Kemampuan auditor secara individu bisa mempengaruhi pelaksanaan tugas tim secara keseluruhan, apabila yang bersangkutan hanya mengandalkan ilmu tentang pemeriksaan. Ilmu-ilmu yang lain semisal pengetahuan tentang komputer sangat berguna dalam membuat laporan setelah selesai tugas pemeriksaan. Sangatlah tidak tepat jika ia hanya tahunya mengaudit, tetapi tidak dapat membuat laporan dalam bentuk computerize atau yang dikerjakan secara komputer.
Kompleksnya permasalahan dalam hal pemeriksaan mensyaratkan seorang auditor itu juga memiliki ketrampilan atau pengetahuan yang berkaitan dengan tugas-tugas pemeriksaan. Tatkala melakukan tugas pemeriksaan prasarana dan sarana, seperti jalan, jembatan dan bangunan, maka ia harus memiliki pengetahuan tentang ilmu tekhnik sipil dan bangunan.
Begitulah kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang yang sudah berpredikat auditor, harus belajar banyak berbagai disiplin ilmu.
Selanjutnya seorang auditor juga harus mampu bekerjasama secara tim, agar hasil yang dicapai dapat maksimal, maka kekompakan tim perlu dijaga.
Kekompakan tim jangan sampai rusak karena ulah salah seorang anggotanya, lantaran tidak dapat diarahkan, sehingga bila ini terjadi di lapangan ketika sedang melakukan pemeriksaan, maka citra tim dapat terpengaruh karenanya.
Dalam hal ini seseorang yang telah menyandang predikat Ketua Tim harus membuktikan bahwa dirinya sanggup melaksanakan tugas sesuai dengan Pedoman Pemeriksaan Setempat (P2S).
Jika ia sebagai Ketua Tim tidak dapat berkomunikasi dengan baik dengan anggota-anggotanya, maka bisa disangsikan kemampuan dirinya dalam memimpin tim tidak sesuai harapan instansi yang menugaskannya.
Apapun yang ditugaskan, baik sebagai anggota tim maupun sebagai ketua tim, maka selayaknya ditunaikan dengan sebaik-baiknya, agar instansi yang menugaskan kita menilai puas. Tunjukkan kemampuan kita sebagai seorang auditor, bahwa dalam keadaan bagaimanapun kita dapat profesional, independen serta menjaga moralitas sebagai seorang auditor.
Dalam sebuah tulisan yang dikarang oleh seorang sosiolog Prof. Dr. Soerjono Soekanto, SH, MA. bahwa beberapa orang sosiolog menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Sebaliknya, sosiolog lain menganggap bahwa kerja samalah yang merupakan proses utama. Golongan yang terakhir tersebut memahamkan kerja sama untuk menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk interaksi sosial atas dasar bahwa segala macam bentuk interaksi tersebut dapat dikembalikan pada kerja sama. Misalnya, apabila dua orang berkelahi mereka harus bekerja sama untuk saling bertinju. Pemberian arti semacam itu mengambil ruang lingkup yang terlalu luas, sehingga menimbulkan garis-garis kabur yang menyulitkan analisis. Kerja sama disini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Jadi jika memahami tulisan tersebut mengandung arti bahwa perlu adanya kerja sama untuk kekompakan tim dalam melakukan pemeiksaan agar tujuan yang telah ditetapkan tercapai. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang satu sama lainnya saling membutuhkan. Diungkapkan pula oleh Prof. Dr. Soerjono Soekanto yang mengutip pendapat dari Charles H. Cooley “ Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organsasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna”.
Peningkatan Kemampuan dan Peran Serta Auditor
Bagi seorang auditor tak ada pilihan lain selain meningkatkan kemampuan auditnya, yakni meningkatan pengetahuan dan kemampuan auditnya dengan cara banyak mengikuti Pendidikan dan Pelatihan maupun kursus-kursus yang diselenggarakan oleh BPK, baik yang diadakan di Pusat maupun di Perwakilan-Perwakilan; begitu juga rajin untuk mengikuti seminar-seminar maupun presentasi-presentasi yang dilakukan oleh pihak lain selama itu berkaitan dan menunjang tugas auditor kita. Selain itu yang tak kalah pentingnya adalah memahami obyek pemeriksaan atau entitas yang akan diperiksa tentang ciri daerah yang telah disebutkan diatas. Maksudnya adalah kekhasan daerah satu dengan daerah lain tidaklah sama atau memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Sebagaimana bisa dipelajari dari tipe penyajian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang mencantumkan jenis kegiatan yang tidak seluruhnya sama, baik mengenai pengelolaan pendapatan maupun pengelolaan belanjanya. Mungkin disatu daerah harus dipungut retribusi atau pajak pengelolaan sarang burung walet karena memang di daerah itu terdapat banyak masyarakat yang mengelola sarang burung walet untuk dijadikan barang komoditi, namun di satu daerah lain tidak terdapat sarang burung walet yang dikelola oleh masyarakat setempat, atau juga tidak cukup signifikan untuk ditarik retribusi atau pajak pengelolaan sarang burung walet bila dibandingkan dengan ‘cost’ atau biaya yang akan dikeluarkan. Ini hanya contoh kecil yang relevansi dengan tugas auditor.
Dalam diri seorang auditor haruslah tercermin pola pikir dan pola tindak dan dapat membaca perkembangan keadaan suatu daerah, baik itu yang menyangkut perubahan pemerintahan maupun perubahan kebijakan yang dilakukan oleh daerah tersebut. Sebagai misal, kalau dalam pemeriksaan terdahulu (jika sudah pernah memeriksa daerah dimaksud) pernah ditemukan suatu kasus semisal penyalahgunaan uang perjalanan dinas oleh DPRD maupun oleh Sekretariat Daerah dengan alasan tertentu dan atau alasan yang dibuat-buat, kemudian pada saat pemeriksaan kedua kalinya masih ditemukan hal yang sama-berarti ini bukan suatu perubahan-karena penyalahgunaan itu terjadi lagi dan tidak dapat ditolerir. Dalam arti kata tim harus membuat keputusan yang signifikan untuk meletakkan kasus tersebut pada tingkat yang lebih urgen dan harus menjadi perhatian khusus, atau bisa juga ditindaklanjuti dengan pemeriksaan investigasi.
Seorang auditor memang dituntut memiliki pengetahuan yang lebih tentang keuangan, namun pengetahun tentang tekhnik sipil harus dipelajari, gunanya untuk melakukan pemeriksaan jalan dan jembatan serta gedung yang dalam disiplin ilmu yang tidak melulu atau berkaitan keuangan atau akuntansi. Keanekaragaman disiplin ilmu bagi seorang auditor cukup membantu dan bahkan sangat membantu dalam pelaksanaan tugas nantinya. Peran serta seorang auditor dalam pemeriksaan di lapangan nantinya akan mendukung kerja tim, jika disiplin ilmu itu meski bukan dari disiplin ilmu tentang keuangan atau akuntansi. Terlebih bagi seorang pemimpin tim, keahlian ini mau tak mau harus digauli dengan kedudukannya sebagai ketua tim atau pemimpin tim. Disiplin ilmu semacam ilmu bahasa, yakni Bahasa Indonesia, berguna untuk menyusun laporan. Pengamatan selama ini dari rekan-rekan auditor dalam penyusunan laporan dengan tekhnik penulisan standar Bahasa Indonesia cukup mengganggu. Dari laporan yang dibuat, ternyata masih ada dijumpai dari beberapa rekan yang kurang menguasai tatacara penulisan bahasa indonesia yang baik dan benar, baik itu penguasaan kata depan, kata sambung, kalimat aktif maupun kalimat pasif. Sebagai contoh kalimat aktif adalah : “ mengetahui bahwa belanja daerah Kabupaten X tidak sesuai ketentuan sebesar Rp Y ”. Padahal maksud disini adalah diketahui, oleh karena itu kesalahan dalam penulisan ini tidak perlu terjadi, sehingga informasi yang terbaca tidak terganggu hanya karena kesalahan kecil seperti ini.
Seyogyanya setiap membuat laporan lebih diperhatikan kaidah penulisan Bahasa Indoesia. Penguasaan bahasa adalah sangat penting, untuk dapat membuat laporan. Bahasa menurut DR. Gorys Keraf adalah sebagai alat komunikasi sebagaimana ditulis dalam bukunya : Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Lebih lanjut dalam bukunya DR. Gorys Keraf menyatakan bahwa ada beberapa aspek dalam penguasaan bahasa, yakni penguasaan secara aktif sejumlah besar perbendaharaan kata (kosa kata) bahasa tersebut, penguasaan kaidah-kaidah sintaksis bahasa itu secara aktif, kemampuan menemukan gaya yang paling cocok untuk menyampaikan gagasan-gagasan dan tingkat penalaran (logika) yang dmiliki seseorang.
Tugas untuk mengedit laporan seyogyanya dilakukan oleh seseorang dari lulusan bahasa atau paling tidak pembelajaran mengenai kemahiran dalam penguasaan bahasa perlu diberikan kepada seluruh auditor, agar dalam penyusunan yang akan datang tidak lagi ada kesalahan kecil yang tidak perlu terjadi.
Kemampuan yang semakin meningkat ibarat sebuah grafik, dimana dalam grafik digambarkan garis yang bergerak vertikal yang dimulai dari satu titik terendah ke suatu titik tertinggi. Jika diumpamakan sebuah ‘permintaan’ atau ‘demand’ bertemu dengan ‘penawaran’ atau ‘suply’, maka garis dalam grafik tersebut akan bertemu pada suatu titik potong, semisal ‘permintaan’ atau ‘demand’ tersebut sebesar 2,4,6,8 dan 10 dan penawaran atau suply sebesar 1,3,5,7 dan 9, maka akan didapat perpotongan garis dalam grafik tersebut sebagai berikut :

10

8
6
4
2
1 3 5 7 9
Mengatasi Kesenjangan Komunikasi
Sebagaimana dikemukakan diatas bahwa bahasa sebagai sarana atau alat komunikasi, agar tercapai apa yang diinginkan dalam laporan hasil pemeriksaan.
Fungsi bahasa sudah sangat jelas sebagai alat komunikasi. Komunikasi dapat ditangkap jelas apabila bahasa yang digunakan untuk menyampaikan instruksi juga jelas. Kesalahan penyampaian bahasa instruksi bisa menyebabkan komunikasi tidak jalan atau salah persepsi. Tatkala kita menyampaikan suatu permintaan dokumen kepada auditee tidak pas atau tidak jelas, kemungkinan permintaan dokumen yang diminta pun tidak lengkap atau tidak sesuai keinginan kita. Begitu juga jika bahasa instruksi yang terjadi antara pemimpin tim dengan anggota tim tidak menyambung atau ‘disconnect’, maka instruksi yang diterima oleh anggota tim dari ketua timnya tidak pas juga.
Istilah ini dinamakan kesenjangan komunikasi.
Dalam kegiatan pemeriksaan pun dapat terjadi kesalahan komunikasi, karena bahasa instruksi tidak jelas, sehingga yang sampai kepada anggota tim salah diartikan. Adalah hal lumrah jika hal ini disikapi dengan dewasa atau kedewasaan seandainya terjadi kesenjangan komunikasi antar anggota tim. Disini Pemimpin Tim atau Ketua Tim harus dapat mencari jalan keluar atau solusi dan bahkan dapat menengahi kesulitan komunikasi antar anggota tim yang menjadi kelompoknya. Apabila Ketua Tim atau Pemimpin Tim tidak dapat mengatasi hal ini, ‘output’nya adalah melakukan konsultasi dengan Supervisor dan harus disampaikan dengan benar dan tepat apa yang menjadi pokok permasalahan. Mengatasi kesenjangan komunikasi bukanlah masalah yang sulit jika Ketua Tim atau Pemimpin Tim menyikapinya dengan arif dan bersikap mengayomi kepentingan semua anggota tim, bukan malah memihak salah satu, sehingga dapat menyebabkan makin sulitnya menjalin komunikasi antar anggota tim. Namun apabila hal ini terjadi dan terdapat pada diri Ketua Tim atau Pemimpin Tim itu sendiri maka sulit untuk membayangkan dan mengatakan apa sesungguhnya yang terjadi pada tim bersangkutan. Sangatlah janggal dan naif bila ini sampai terjadi pada diri seorang Pemimpin Tim atau Ketua Tim, maka penilaian terhadap Pemimpin Tim atau Ketua Tim yang bersangkutan dapat dikategorikan belum mampu untuk memimpin tim. Pokok persoalan ini terpulang kepada instansi atau dinas yang menunjuk yang bersangkutan dalam hal pemilihan ketua tim yang sesungguhnya belum dapat dikatakan ‘kualifait’ atau ‘kapabel’ memimpin suatu tim pemeriksa. Dimana letak kekeliruan dinas dalam menempatkan seseorang untuk menjadi pemimpin tim atau ketua tim, padahal yang bersangkutan tidak mampu berkomunikasi kepada anggota timnya, yang notabene harus dimiliki oleh yang bersangkutan. Dari sudut pandang mana dinas memilih orang tersebut atau yang bersangkutan untuk menjadi pemimpin tim atau ketua tim. Sungguh menjadi suatu perhatian khusus bila ini ditempatkan pada proporsinya dan harus menjadi bahan koreksi dimasa yang akan datang, agar dinas bukan hanya mendengarkan laporan dari pemimpin tim atau ketua tim sepulangnya dari tempat tugas pemeriksaan, tetapi juga menanyakan secara silang atau ‘cross check’ kepada anggota tim yang terlibat. Sifat arif dan adil dari dinas untuk mengetahui kemampuan lebih jauh dari tiap anggota tim yang diberangkatkan dilakukan secara merata, agar tidak dapat ditafsirkan bermacam-macam oleh anggota tim yang dilibatkan dalam tugas pemeriksaan di daerah. Mengapa hanya seorang ketua Tim atau Pemimpin Tim yang ditanyakan, padahal berita itu harus berimbang atau seimbang agar jangan terjadi sak wasangka pada diri anggota tim yang lainnya terhadap Ketua Tim yang bersangkutan.
Komunikasi inti dari penyelesaian masalah yang dihadapi, karena dengan komunikasi apapun dapat diperbuat. Komunikasi sebagai sarana untuk mengatasi kebekuan dan kebuntuan dalam berinteraksi sosial seseorang dengan seseorang. Dalam hal Tim Auditor yang ditugaskan dalam pemeriksaan ke daerah-daerah, baik saat melakukan pemeriksaan Perhitungan APBD, Pemeriksaan Menyeluruh atau General Audit, Pemeriksaan Investigasi dan sebagainya, komunikasi sangat diperlukan dan sangat penting kedudukannya. Bila dalam suatu tim pemeriksa terjadi ‘mis-communication’ atau ‘mis-understanding’ kembalikanlah pada tugas dan tanggungjawab masing-masing yang diberikan oleh Badan (BPK RI) sesuai panduan dalam P2S (Pedoman Pemeriksaan Setempat). Ketua Tim atau Pemimpin Tim bukanlah segala-galanya, karena tanpa peran serta seorang angota tim, apatah bisa diharap keberhasilan.
Kepemimpinan Sebagai Ketua Tim Audit
Pemimpin Tim dalam pemeriksaan adalah seseorang yang telah mendapat pendidikan dan pelatihan. Ditinjau dari proses pembentukan Tim Audit, terlihat bahwa pengangkatan Ketua Tim Audit dilakukan secara formal dalam bentuk surat tugas pemeriksaan yang ditetapkan dan ditandatangani oleh Badan atau Pejabat yang ditunjuk untuk itu. Jadi kewenangan yang dipunyai oleh Ketua Tim Audit diperoleh secara formal dengan batasan tangung jawab tertentu untuk mencapai tujuan audit dengan langkah-langkah tertentu sebagaimana ditetapkan dalam program audit. Demikian menurut buku panduan Kepemimpinan Praktis untuk diklat Ketua Tim Yunior yang diterbitkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Pemeriksa Keuangan Tahun 2003.
Dalam buku Diklat Ketua Tim Yunior dikatakan bahwa dengan adanya kewenangan formal yang dimiliki Ketua Tim perannya sangat menentukan dalam melaksanakan kegiatan audit untuk mencapai tujuan audit. Dalam upaya mencapai tujuan audit Ketua Tim harus mengetahui :
1. Bagaimana gaya kepemimpinan yang harus dia bawakan/perankan agar anggota tim termotivasi untuk melaksanakan tugas audit dengan efisien dan efektif;
2. Bagaimana fungsi-fungsi kepemimpinan utama dia laksanakan yaitu sebagai penentu arah kegiatan audit, wakil dan juru bicara Tim Audit, komunikator yang efektif bagi anggota tim dan auditee serta selaku integrator dalam melaksanakan tugas audit sehingga tujuan audit tercapai dengan optimum;
3. Sejauh mana ciri-ciri kepemimpinan yang ideal telah dikuasai atau melekat kepada dirinya, sehingga kelemahan-kelemahan yang masih ada segera dapat dibenahi agar dalam melaksanakan kepemimpinan selaku Ketua Tim Audit bisa efektif;
4. Faktor-faktor yang menghambat dalam melaksanakan tugas audit yang diprediksi dari data audiee yang telah diperoleh dan komposisi kemampuan anggota tim dan upaya upaya apa yang harus dilakukan sehingga tidak menghambat pencapaian tujuan audit.
Demikian yang dipaparkan dalam buku Diklat Ketua Tim Yunior mengenai hal-hal yang telah disebutkan diatas, selanjutnya dalam uraian mengenai tipe-tipe kepemimpinan dikatakan bahwa ada lima tipe dalam kepemimpinan, namun disini hanya dikutip dua tipe dimaksud, yakni tipe otokratik, Kepemimpinan Otokratik melihat peran pemimpin sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan organisasi dan nasib masing-masing dalam organisasi tergantung secara total kepada pemimpin organisasi. Dengan persepsi yang demikian Kepemimpinan Otokratik cenderung menganut nilai organisasi yang membenarkan segala cara untuk mencapai tujuan organisasi. Suatu tindakan dinilai benar apabila tindakan itu mempermudah pencapaian tujuan organisasi dan semua tindakan yang menghalangi dipandang sebagai sesuatu yang tidak baik dan harus disingkirkan kalau perlu dengan tndakan kekerasan.
Selanjutnya dalam tipe paternalistik dikatakan bahwa Kepemimpinan Paternalistik biasanya banyak terjadi di lingkungan yang bersifat tradisional. Popularitas pemimpin yang paternalistik di lingkungan masyarakat demikian terjadi karena beberapa faktor yaitu :
a. Kuatnya ikatan primordial;
b. Extended Family System;
c. Kehidupan masyarakat yang komunalistik;
d. Adanya peranan adat yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakat;
e. Dimungkinkan hubungan pribadi yang intim antara seorang anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya.
Ada karakter dari seorang pemimpin tim atau ketua tim yang memang pembawaan lahiriahnya temperamental dan menimbulkan kesan arogansi, sehingga dalam kegiatan pemeriksaan pun secara tidak sadar terbawa-bawa. Kesan ini timbul karena empat orang berkarakter berbeda berkumpul menjadi satu dalam tim pemeriksaan. Di lain pihak, ada seorang senior yang terkesan tidak bisa menerima pendapat salah seorang anggotanya, sehingga oleh yang bersangkutan (anggota timnya) dengan ‘terpaksa’ mengikuti alur pemikirannya.
Dalam hal ini, ada kesenjangan komunikasi yang terjadi. Pemimpin Tim sebagai orang yang sudah ditunjuk, harus mampu berbuat untuk yang terbaik, jangan sampai menimbulkan kesan arogansi, terlebih merusak hubungan baik sesama rekan sekerja. Biarlah kejadian di lapangan cukup hanya sampai disana, agar dampak sepulang tugas pemeriksaan tidak terbawa-bawa. Sifat arif sebagai pemimpin tim sangat diperlukan. Perbedaan pendapat jangan ditafsirkan sebagai sesuatu yang jelek atau naif. Disinilah gaya kepemimpinan itu harus ditunjukkan kepada semua anggota timnya, bahwa jika sudah ditunjuk sebagai pemimpin tim berarti kita mampu mengatasi kendala apapun dalam tugas yang dipercayakan di pundak kita.
Kesejahteraan Auditor
Kesejahteraan adalah hal terpenting bagi seorang auditor apabila ingin terpenuhinya kinerja yang diharapkan oleh dinas atau instansi, sebab siapapun orang jika urusan yang satu ini tidak terpenuhi, niscaya semangat kerjanya akan dapat mengendur atau prestasi kerja tidak bisa maksimal. Untuk itulah perlunya dipikirkan oleh instansi atau dinas yang menaungi para auditor, agar mereka tidak lagi ‘neko-neko’ atau coba-coba melenceng dari tugas yang dibebankan di pundak mereka untuk bersikap profesional, independen dan mandiri. Profesionalisme memang harus, tapi harus pula dibarengi dengan memikirkan kesejahteraan mereka. Betapa tidak, lumpsum yang ‘hanya’ sekian rupiah harus mencukupi untuk kebutuhan penginapan, laundry, makan dan minum, merokok (bagi yang merokok), transportasi, jajanan kecil atau snack serta harapan sisa lebih untuk dibawa pulang. Mereka berharap pada pimpinan yang sekarang ini, untuk dimasa mendatang agar lebih memfokuskan kesejahteraan bagi mereka yang mengemban tugas, yang terkadang, harus menghadapi “resiko”-bisa jadi ancaman terhadap keselamatan jiwa-sungguh.
Kesimpulan dan Saran
Dalam kesimpulan dan saran ini yang akan disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan Otonomi Daerah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dari Pemerintah Pusat (Pemerintah) berdampak kepada bertambahnya jumlah entitas yang harus diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan;
2. Kebutuhan merekrut pegawai tekhnis auditor harus terus dilakukan, guna menunjang keberhasilan tugas-tugas Badan Pemeriksa Keuangan dimasa mendatang, karena untuk memenuhi kekurangan SDM akibat dari bertambahnya jumlah entitas, agar kebutuhan tenaga auditor dapat terpenuhi dan mengimbangi jumlah entitas yang terus bertambah;
3. Setiap auditor harus memahami karakterisitik tiap daerah yang akan diperiksa;
4. BPK harus melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen ketiga, yakni memiliki perwakilan disetiap ibukota provinsi;
5. Rekruitmen Pegawai, khusus Tenaga Auditor, bukan hanya dari luar, tetapi harus pula memperhatikan tenaga auditor yang berasal dari dalam, demi pengembangan karier para pegawai itu sendiri;
6. Penempatan Pegawai, khusus Tenaga Auditor, merupakan satu kesatuan dari rangkaian rekruitmen pegawai; harus berinteraksi terhadap pegawai lama, lingkup tugasnya dan pengenalan terhadap organisasinya;
7. Kinerja Auditor bukan hanya dilihat dari individu-individu melainkan juga terhadap tim;
8. Peningkatan kemampuan Auditor bisa dilakukan melalui kursus-kursus, diklat-diklat dan seminar-seminar, baik yang diselenggarakan oleh dinas maupun luar dinas;
9. Sikap arif dan mengayomi terhadap anggota tim dapat mencairkan kesenjangan komunikasi dalam tim, selain menyikapi dengan kedewasaan, juga dapat melakukan konsultasi dengan Superivisor untuk mengatasinya;
10. Penguasaan terhadap Bahasa Indonesia sangat diperlukan dan sangat penting dalam kaitannya untuk membuat laporan-laporan;
11. Perlu dilakukan evaluasi terhadap kemampuan para Ketua Tim atau Pemimpin dimasa mendatang;
12. Kesejahteraan merupakan hal terpenting guna mendukung semangat dan prestasi kerja para Auditor.
Saran-Saran
Dalam tulisan ini dapat dsampaikan saran-saran sebagai berikut :
1. Lakukan keseimbangan dalam perekrutan tenaga auditor, baik dari dalam maupun luar dinas atau instansi, demi pengembangan karier para pegawai. Bukan hanya yang sudah sarjana, tetapi yang belum sarjana pun harus diberi kesempatan yang sama. Pola kombinasi ini untuk menghindari kesenjangan kesejahteraan maupun kecemburuan sosial antara pegawai tekhnis dengan pegawai administrasi umum;
2. Jika tenaga administrasi umum tidak mendapat kesempatan untuk menjadi tenaga tekhnis auditor, maka masih ada cara lain, yakni pengembangan karier untuk menjadi pejabat struktural sesuai dengan tingkat pengetahuan, pengalaman dan dedikasi yang memadai;
3. Tinjau kembali sistem penilaian angka kredit, agar nilai yang disyaratkan atau yang dibutuhkan tidak terlalu lama untuk mencapai pangkat dan golongan tertentu;
4. Tinjau kembali kesejahteraan auditor yang saat ini tidak memadai.


DAFTAR PUSTAKA
Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
http://siska/Kepegawaian.htm
http://www.bpk.go.id
Komposisi, Pendahuluan halaman 4 dan Bab II Kalimat yang efektif, Pendahuluan halaman 35, DR. Gorys Keraf, cetakan ketujuh Tahun 1984, Penerbit Nusa Indah, dicetak oleh Percetakan Arnoldus.
Kepemimpinan Praktis, Diklat Ketua Tim Yunior, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Pemeriksa Keuangan, Tahun 2003.
Manajemen Sumber Daya Manusia, halaman 104, 156 s.d. 158, Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA, cetakan kesembilan Januari 2002, Penerbit PT. Bumi Aksara dan dicetak oleh Sinar Grafika Offset.
Sosiologi, Suatu Pengantar, halaman 79 dan 80, 1994, Prof. Dr. Soerjono Soekanto, SH, MA., cetakan kedelapanbelas, Januari 1994, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, dicetak oleh Radar Jaya Offset.
Undang-Undang Dasar 1945 yang sudah diamandemen Pasal 23G.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 komentar

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

Kenangan Tak Terlupakan

Hari menjelang pagi ketika bus yang kutumpangi telah sampai di kota Palembang. Aku merasa lelah dan masih terasa kantuk, karena sehari semalam di perjalanan sejak berangkat dari kota Depok untuk menuju kota yang selama ini hanya sebatas angan dan tak pernah kubayangkan akan kusinggahi. Betapa perjalanan yang kutempuh harus melalui sebuah perjuangan yang tak kenal lelah, ketika sebelumnya masih segar dalam ingatan bagaimana aku memohon kebijakasanaan kepada dua orang temanku yang baru saja menikmati jabatan struktural di kantor yang sama denganku. Perjuangan yang panjang memang telah menghasilkan sesuatu yang selama ini aku idam-idamkan, yakni keinginanku untuk menjadi seorang auditor sesuai dengan pendidikan yang telah aku terima beberapa tahun sebelumnya. Dikarenakan kawan-kawanku telah terlebih dahulu menikmati jabatan fungsional yang banyak diinginkan oleh semua orang di kantorku. Termasuk aku sendiri pun menginginkannya. Namun karena kebijakan waktu itu tidak kondusif, maka aku pun tak dapat memperjuangkannya. Panjangnya Birokrasi dan sistem politik yang membelenggu kebebasan berdemokrasi (berbeda pendapat) tidak memungkinkan setiap orang untuk berani mengajukan usulan apalagi tuntutan.

Namun semua itu telah berlalu. Hari kebebasan pun bisa aku nikmati saat ini. Aku berani mengajukan usulan dan tuntutan, meski hasil yang kan didapat tak bisa ditebak. Semua berpulang pada kebijaksanaan kedua kawanku tersebut. Alhasil setelah kutunggu-tunggu usulan dan tuntutan itu membuahkan kemenangan di pihakku. Dari hasil perjuanganku itu masih kurasakan ganjalan yang mengarah pada sentimen dari kawan-kawanku yang tak percaya bahwa usulan dan tuntutanku itupun terpenuhi. Mereka tak percaya dengan alasan bahwa usulan dan tuntutan itu harus keluar biaya dari diri sendiri. Bagi mereka mustahil, jika permintaan itu datang dariku dan dibiayai oleh dinas atau kantor, bukan dari kantongku sendiri. Tapi, apapun ocehan dan atau ucapan mereka, aku hanya menganggap ‘anjing menggonggong kafilah berlalu’. Perduli amat mendengarkan ucapan mereka yang iri atau sentimen dengan usahaku. Terpenting bagiku adalah kenyataan yang kudapat memang demikian adanya. Titik.

Haripun telah menyongsong pagi dan tak lama lagi akan datang siang. Aku menjejakkan kakiku di bumi ‘Sriwijaya’, kata orang Palembang. Aku berharap, pagi yang cerah ini juga akan membawa cerah pula usahaku disini. Cita-cita telah kutanamkan pada jiwa dan batin ini, semoga aku mendapatkan kebahagiaan.

Hari pertama aku belum melakukan tugas atau kegiatan apapun di kantor yang baru. Aku hanya melapor kedatanganku kepada Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan wilayah II Palembang. Waktu yang ada aku gunakan untuk berkenalan atau memperkenalkan diri kepada kawan-kawan baruku, meski ada juga beberapa kawan lamaku yang dulunya dari kantor di Jakarta, tetapi mereka pindah kesini telah lebih dulu dari aku. Ada kawanku yang kuanggap sukses setelah berpindah dari kantor Jakarta. Ini yang memotivasi, kalau akupun harus sukses seperti kawanku itu. Kawanku itu berinisial KD (yang beserta isteri dan anaknya pindah ke Medan sebelumnya). Ia sukses dengan memiliki rumah dan mobil sendiri (yang sebelumnya aku tahu kalau dia itu seperti apa). Aku melihat sisi positifnya dan dapat kupelajari sebagai bekal aku hidup disini. Aku tak mau hanya terpesona atau terpaku dengan keberhasilannya, bagiku langkah selanjutnya adalah menata hari-hari berikut yang akan aku lalui. Segala daya upaya akan aku lakukan untuk mencapai tujuanku.

Hari kedua aku masih seperti hari kemarin, belum melakukan kegiatan sebagimana layaknya bekerja di kantor. Aku saat itu masih memikirkan posisi aku yang belum mempunyai unit kerja, karena masih bersifat sementara, dimana keadaan kantor baru saja berbenah sehabis pindahan dari kantor yang lama di Jalan Demang Lebar Daun ke Jalan Kapten Anwar Sastro atau lebih dikenal dengan sebutan Jalan Lorong Kulit. Ya, jalan lorong kulit memang nama yang diberikan waktu itu dan orang-orang pun lebih kenal dan tahu nama jalan itu meski sudah berganti nama. Pada hari kedua aku meminta izin kepada atasanku untuk mencari tempat tinggal sementara sebelum keluargaku ikut bersamaku. Keluargaku masih tinggal di Kota Depok – Jawa Barat dikarenakan aku harus mencari tempat tinggal dan sekolah untuk mereka. Aku memiliki lima orang anak yang terdiri dari tiga orang puteri dan dua orang putera yang kesemuanya harus kuurus kebutuhannya. Aku mencari tempat penginapan/rumah sewa untuk keluargaku, yang menurut aku harus dekat dengan kantor dan juga sekolah anak-anakku. Selain itu biaya sewa yang tak terlalu mahal atau terjangkau. Karena aku belum mengerti seluk beluk Kota Palembang, ditambah lagi cerita-cerita yang kurang sedap tentang masyarakat palembang yang suka main ‘tujah’ atau tusuk. Benarkah demikian?

Dalam perjalan kisahku ini akan terjawab apa yang telah aku terima gambaran dari perilaku masyarkat Palembang yang ‘kriminal’ ternyata salah dan tak semuanya seperti itu. Di awal-awal aku singgah atau tinggal di Kota Palembang, perasaan was-was atau takut masih menempel dibenakku. Bila malam tiba, aku lebih banyak mengurung diri di dalam kamar, tapi sekali-sekali aku bercengkerama dengan teman satu kost, untuk mengusir kesendirianku di perantauan. Aku mulai memiliki teman. Aku mulai berkenalan dengan teman-reman satu kost. Satu persatu aku tahu siapa mereka. Ada yang bekerja di swasta, tapi kebanyakan adalah pegawai negeri sipil, termasuk teman sekantor yang bernama Zawernis Duko yang asal padang-Sumatera Barat dan Untoro yang asal Jawa.

O ya, aku bisa mendapatkan tempat kost-an karena jasa seseorang yang sebenarnya adalah atasanku di kantor. Beliaulah yang menunjukkan tempat kost-an tersebut kepadaku, yang ternyata sangat dekat dengan kantorku. Beliau telah meninggal dunia pada tahun 2007, setelah aku pindah di Lampung (Kota Bandar Lampung). Aku dan juga keluarga merasa ikut kehilangan atas berpulang kerahmatullahnya, karena beliau punya jasa yang tak kan pernah kami lupakan selamanya. Selama keberadaanku di kantor perwakilan di palembang, aku sangat terbantu dalam tugas-tugas pemeriksaan. Sebagai contoh, aku mendapat tugas hingga lima (5) kali dalam tahun 2005, sampai sampai banyak teman yang iri dan curiga dengan kedekatanku pada beliau itu. Sungguh aku dekat dengan bleiau karena faktor perteman/persahabatan dan juga kekeluargaan, sehingga murni tak ada maskud lain.

Hari demi hari kulalui, tak terasa tahunpun berganti. Banyak cobaan datang silih berganti. Kenyamanan dalam aku bekerja terasa semakin menurun, dikarenakan adanya tekanan, gunjingan, bahkan finahan yang datang mengahmpiriku....(bersambung)

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?” Isa menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib”. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan) nya yaitu: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu”, dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.” (QS. Al Maaidah: 116-117).

Fauna

Fauna
Penguin yang cantik

Search

 
Posts RSSComments RSSBack to top
© 2011 Kesusasteraan Indonesia ∙ Designed by BlogThietKe | Distributed by Rocking Templates
Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0