Pages

Sebuah karya dari anak bangsa berupa bakat terpendam barangkali dapat bermanfaat bagi siapa saja yang suka.

KATA-KATA MUTIARA

Oleh : Imam Supriadi)

A. PERIHAL KEBENARAN :

1. Kebenaran bukan diukur dari banyak dan sedikitnya orang yang berpendapat melainkan diukur dari kedalaman hati yang paling dalam yakni Hati Nurani.

2. Nyatakanlah yang benar itu Benar dan yang salah itu Salah, walau pahit sekalipun.

3. Menyatakan kebenaran tidak mesti berbuah pada hari yang sama.

4. Mengusung kebenaran pastilah banyak tentangan dan tantangannya.

5. Kebenaran sejati hanya ada di akhirat kelak. Tetapi kebenaran di dunia bukanlah tidak diperjuangkan, meski banyak tentangan dan tantangannya.

6. Berbuat kebaikan belum tentu berbuah kebenaran, tetapi yakinlah jika berbuat kebenaran akan berbuah kebaikan.

B. PERIHAL CINTA :

1. Mencintai seseorang tidaklah harus mengorbankan segala-galanya, karena akan berakibat mencintai dengan secara membabibuta.

2. Cinta tidak diukur dari seberapa banyak orang yang dicintai telah memberikan harta dan bendanya, melainkan seberapa dalam ketulusan hati yang telah diperlihatkan untuk yang dicintainya.

3. Orang yang beriman mengukur cintanya berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits.

4. Orang yang beriman itu cintanya semata hanya untuk Allah dan Rosulnya, bukan untuk kekasihnya atau siapapun yang bisa menjebaknya menjadi imannya berat sebelah.

5. Isteri yang sholihah adalah isteri yang bersolek karena tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Artinya, ia bersolek karena untuk kebutuhan suami tercinta, demi menjaga keutuhan cintanya kepada suami tercinta.

6. Cinta karena nafsu akan cepat pudar, tetapi Cinta karena Iman akan tetap langgeng.

7. Isteri yang setia adalah isteri yang bisa menjaga martabat suami dan dirinya.

8. Berbahagialah sepasang kekasih yang bisa selamat sampai ke pelaminan karena telah menjaga ‘harta’ yang paling berharga, karena ‘harta’ itu hanya diberikan ketika ijab qobul selesai diucapkan dihadapan Penghulu, Wali dan Para Saksi.

Jumat, 25 September 2009

KARYA SASTERA


BIARKAN MENTARI MENYENGAT TUBUHMU
Karya : Imam Supriadi

Matahari masih bersinar disaat Linda berjalan menyusuri pasar 16 ilir, dia berjalan sambil menenteng kantung belanjanya yang hampir penuh, didalamnya ada sayur-mayur, ikan dan lauk pauk lainnya, juga Linda tak lupa membeli pesanan ibunya yakni benang jahit dan jarum jahit untuk keperluan usaha menjahit di sekitar rumahnya. Ibu Linda adalah seorang yang tekun dalam usahanya, karena dia bermaksud membantu suaminya yang hanya pegawai negeri golongan dua; karena dirasa tak cukup itulah ibu Linda sering mendapat pesanan jahitan pakaian dari para tetangganya, dikarenakan ibu Linda pekerjaannya memuaskan mereka. Memang tak begitu mahal, namun bagi mereka yang sering minta tolong pada ibu Linda sangat membantu dalam urusan busana, baik untuk ke kantor, busana sehari-hari dan juga acara ke undangan pesta perkawinan.
Linda masih belum menyelesaikan pekerjaannya, ia masih menelusuri lorong-lorong di pasar 16 ilir palembang untuk membeli apa yang dipesankan oleh ibunya. Ketika yang dimaksud telah berada di depan matanya yakni sebuah toko yang menjual berbagai macam keperluan busana beserta perlengkapannya, ia pun mampir dan menanyakan merek benang dan warna yang diinginkan berikut jarum jahit sebagai pengganti jarum yang telah patah digunakan oleh ibunya saat menjahit pakaian berukuran tebal. Setelah selesai menawar dan membayar sejumlah uang, ia pun bergegas meninggalkan toko itu. Ia pun kembali berjalan menuju jalan besar untuk menumpang kendaraan umum berupa angkutan pedesaan. Beberapa saat kemudian ia pun sampai di rumahnya. “Bu, assalamu ‘alaikum, Linda pulang nih”, tukasnya. “ wa’alaikum salam, jawab ibunya. Sudah dapat pesanan ibu nak”, katanya selanjutnya. “sudah dong bu, kalau nggak nanti ibu nggak bisa jahit deh, iya kan bu!”, serunya. Kedua anak beranak itu terlibat pembicaraan yang akrab. Sementara itu sang ayah yang masih duduk-duduk di beranda dengan sebuah surat kabar lokal, karena hari ini adalah hari libur, begitu asyik dengan bacaannya. Tatkala isterinya datang menghampiri : “pak, kok baca koran terus sih, mau makan nggak, aku udah siapin tuh di meja makan. Sana gih makan, nanti masuk angin lho”, sang isteri meminta suaminya yang bernama Hasan untuk makan siang yang telah dipersiapkan di atas meja makan. “dah selesai toh bu, wah…kebetulan ayah sudah lapar nih…ayo kita makan sama-sama bu, o ya Linda mana?, tanya sang suami tentang anaknya yang bernama Linda. “dia lagi cuci tangan di belakang”, jawabnya.
Hari semakin siang dan senja pun tiba. Langit di atas sana masih bersahabat, birunya masih enak dipandang mata. Udaranya yang bersih membuat setiap insan yang tinggal di kota metropolis palembang betah mendiami kota ini. Air sungai yang mengalir menghantarkan kapal yang hilir mudik mengangkut membawa dagangan para pedagang yang berjualan di pasar 16 ilir. Ada diantaranya yang membawa sayur-sayuran dan juga lauk-pauk berupa ikan hasil tangkapan. Kota Palembang adalah kota yang dijadikan ibukota pemerintah daerah Sumatera Selatan, dimana menurut cerita dan berita termasuk salah satu dari lima propinsi terkaya di Indonesia. Konon kota Palembang terbilang sebagai kota tertua di negeri ini, kota peninggalan sejarah jaman kerajaan Sriwijaya. Jika ditilik dari kondisi bangunan yang berdiri kokoh, memang sepertinya banyak gedung atau bangunan dengan arsitektur belanda. Sebagian besar bangunannya masih belum dipugar atau digusur atau dihancurkan untuk keperluan pembangunan sebagimana gedung-gedung tua di Jakarta peninggalan bergaya arsitek belanda menjadi korban pembangunan yang keliru.
Waktu magrib pun tiba. Pak Hasan, Bu Hasan dan anak tunggalnya yang bernama Linda melakukan sholat berjamaah di satu ruangan yang memang disediakan untuk bersujud kepada Sang Khalik.
Saat malam tiba, jembatan ampera yang membentang di atas sungai musi menampakan cahaya yang kemilau, karena deretan lampu-lampu hias yang dipasang guna menyongsong perhelatan nasional berupa pekan olah raga nasional ke XVI. Bukan hanya di jembatan ampera, namun juga di jalan-jalan kota ini, banyak berhiaskan lampu-lampu, termasuk juga kilatan reklame dari perusahaan rokok ternama yang memajangkan reklamenya sepanjang jalan di atas trotoar taman kota. Hasil reklame tersebut sudah tentu menjadi tambahan kocek kas pemerintah daerah kota palembang yang dipimpin oleh seorang putra daerah bernama Eddy Santana Putra.
Malam ini yang dipenuhi oleh bintang-bintang, menambah indahnya pemandangan di langit. Linda mencoba menerawang di angkasa, ketika ia berdiri di beranda rumahnya. Ia berkata “oh indahnya malam penuh bintang gemintang, adakah hidup ini terus seindah dirimu disana, karena hdiupku tak seindah dirimu”. Linda mencoba mengungkapkan isi hatinya. Tatkala ia tengah asyik memandang bintang di langit, seseorang datang memberi salam : “Assalamu’alaikum!”, sapanya, linda pun segera menyahutnya : “Wa’alaikum salam! silakan masuk!”, ia mempersilakan tamunya untuk masuk. “kapan datang paman, kok tumben, ada apa nih datang ke Palembang, ada perlu ya!”, selorohnya yang ditujukan kepada pamannya yang baru datang. “ah, biasa aja kok...emang kenapa..? paman nggak boleh ya menjenguk ayah dan ibumu; jawab sang paman. “paman kan juga kangen sama kamu lin..., sudah dua tahun lho paman nggak melihat kamu, sejak kamu pindah dari Jakarta ke Palembang, iya kan!’, terang sang paman. “ah paman..bisa aja nih....,hmmm...mana oleh-olehnya dong buat linda...masa cuma kangen aja....ayo dong paman..keluarkan oleh-olehnya; rengek Linda kepada pamannya. Linda memang dikenal manja oleh sang paman, sebab selain sebagai anak tunggal, ia juga merasa kesepian, tidak mempunyai teman curhat layaknya seperti kebanyakan teman-temannya yang memiliki saudara lelaki. Teman-temannya sering bercerita kalau mereka suka bercengkrama dengan kakaknya yang lelaki, sekaligus teman jalan dan juga pelindung ketika berbelanja di mall maupun supermarket. Linda merasa senang dengan kedatangan pamannya, yang selama tinggal di Jakarta bisa dijadikan teman curhat, sekaligus menemaninya jalan-jalan di supermarket, meski hanya sekedar melihat-lihat saja. Di jakarta memang terkenal banyak tempat rekreasi seperti mall dan supermarket, tidak seperti kota palembang, boleh dibilang baru beberapa saja.
“Oh ya Lin..ngomong-ngomong kamu betah ya tinggal di kota empek-empek ini”seru pamannya, dan kemudian “…hmm….mungkin karena banyak cowok ganteng ya…!” canda pamannya. “ah paman ini bsa aja…., sama aja kok disana dengan disini…., nggak ada bedanya”, sergahnya. “ehhh….kamu ini kayak nggak tahu aja si San (panggilan pamannya Linda yang juga adiknya ini)”, timpal ibunya Linda, selanjutnya “ eh..tahu nggak San, Linda sekarang semakin betah, karena……itu tuh……”canda ibunya. “ah, ibu, bisa aja…”dengan tersipu malu, Linda mencubit lengan ibunya.
Canda ria diantara mereka cukup seru, dikarenakan sudah dua tahun mereka tak bertemu. Sang kakak pindah ke Palembang karena urusan pekerjaan. Soal nasib dan masa depan diri dan keluarganya.
Sementara di luar sana cuaca cukup bersahabat, angin semilir dan sejuk menyebabkan mereka kantuk dan segera ingin istirahat. Tak terasa obrolan mereka hingga pukul 12 malam, meskipun acara televisi belum usai, dikarenakan stasiun televisi menyiarkan acara-acaranya nonstop tanpa henti. Kejenuhan melanda semua insan yang seharian bekerja mencari nafkah. Sejuknya udara malam memang membuat seluruh masyarakat senang, karena dengan cerahnya cuaca berarti alam sangat bersahabat.
Air sungai Musi tetap mengalir tenang, suara jangkrik di rerumputan tak mengusik insan yang sedang tertidur lelap. Keleawar tengah mencari makanan tatkala binatang lainnya tertidur atau istirahat. Serangga malam semisal kunang-kunang asyik dengan dunianya, kilatan cahayanya yang redup dan berkelap kelip jarang dapat dilihat oleh manusia, kecuali mereka yang tinggal di sekitar pematang sawah.
Pagi menyeruak dengan sinar matahari yang menyilaukan mata, kupu-kupu beterbangan mencari sekuntum bunga, capung dan kumbang pun tak kalah gesitnya mencari makanan kesukaannya. Seperti juga manusia yang sudah mulai menampakkan aktivitasnya pagi ini. Di Jalan Jenderal Sudirman dimana berderet perkantoran dan pertokoan, tampak sibuk.
Di sebuah kantor bank milik pemerintah kegiatan itu serasa lain dari pada biasanya, karena pagi ini tanggal muda dimana para pegawai mengambil uang simpanannya atau uang gajinya. Para pegawai atau karyawan pemerintah maupun swasta duduk tertib di bangku tunggu masing-masing, menunggu panggilan dari nomor urut yang mereka ambil di mesin pencatat otomatis di pintu gerbang atau lobi dari kantor bank milik pemerintah ini.
Di Jalan Veteran maupun di Jalan Kapten Mohammad Rivai yang juga banyak perkantoran tak kalah sibuknya. Di sudut jalan di persimpangan anatara dua nama jalan tersebut terdapat sebuah rumah sakit, yakni Rumah Sakit Charitas milik swasta, terlihat ramai dikunjungi pasien maupun keluarga pasien, baik yang mengantar maupun menjemput keluarga yang sakit. Kendaraan berbagai merek dan jenis keluar masuk menambah ramainya pengunjung. Tetapi di depan rumah sakit ini, ada sederet tukang becak yang menunggu penumpangnya, karena ada yang sengaja mencari penumpang atau memang sedang menunggu keluarga pasien yang mengantarnya. Tukang becak bersangkutan dipesankan oleh penumpangnya untuk menunggu ketika ia akan kembali ke tempatnya semula. Itulah sedikit gambaran dari hiruk pikuknya Kota Palembang, yang dikenal dengan makanan khasnya yaitu pempek.
Pagi itu Linda sedang berjalan-jalan ke toko buku untuk mencari buku pelajaran yang harus dimilikinya. Tatkala baru saja hendak memasuki sebuah toko dimana memang di tempat inilah banyak orang yang mencari buku-buku, baik itu buku pelajaran maupun buku umum, suatu kejadian persis di depan matanya, seorang lelaki muda menabrak seorang ibu yang memegang tas tangan. Dengan secepat kilat lelaki muda itu merampas tas tangannya dan segera lari. Belum lagi lelaki muda itu lari jauh, Linda dengan secara spontanitas berteriak copet dan terus berteriak untuk menarik perhatian orang-orang disekitarnya agar mengejar lelaki muda tersebut. “ Copet…copet….copet….pak pak ada copet… itu tuh yang baju hijau bercelana jeans..” serunya kepada semua orang yang berada disekitarnya ”. mendengar teriakan itu seorang yang kebetulan sedang menstarter motornya bergegas menghidupkan motornya. Segera setelah hidup, orang tersebut mengejar orang yang berbaju hijau dan bercelana jeans ke arah lampu merah sampai ke perempatan pasar 16 ilir. Untung saja kendaraan yang dipacunya dapat dikendalikan dengan baik meskipun lalu lintas di jalan ini ramai setiap harinya. Dalam pengejaran itu lelaki muda yang mencopet tas tangan milik seorang ibu yang tengah berbelanja di sekitar pertokoan Jalan Kolonel Atmo, berusaha menaiki mikrolet atau angkutan pedesaan, namun sang copet tersenggol kendaraan yang berada disebelahnya. Akhirnya sang copet pun berhasil ditangkap massa. Copet itu pun digebuki massa hingga babak belur. Beruntung di dekat kejadian terdapat dua polisi yang langsung mengamankan tersangka untuk selanjutnya dibawa ke Polsek Sukarame. Tubuh copet itu dipenuhi darah segar yang mengalir dari hidungnya. Linda tak tahu lagi nasib selanjutnya, karena ia hanya berteriak kepada orang banyak untuk memberitahukan adanya seorang pencopet yang telah merampas tas tangan seorang ibu tadi.
Linda terus melanjutkan pencarian buku-buku yang hendak dibelinya. “Mbak, ada buku undang-undang tentang pajak yang terbaru nggak”, ia bertanya kepada penjaga counter yang dapat memberitahukan keberadaan buku yang dimaksud. “buku terbitan tahun 2008 belum ada mbak, adanya juga terbitan tahun 2005 (?), gimana mbak?” petugas itu menimpali pertanyaan Linda.
Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 komentar

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

Kenangan Tak Terlupakan

Hari menjelang pagi ketika bus yang kutumpangi telah sampai di kota Palembang. Aku merasa lelah dan masih terasa kantuk, karena sehari semalam di perjalanan sejak berangkat dari kota Depok untuk menuju kota yang selama ini hanya sebatas angan dan tak pernah kubayangkan akan kusinggahi. Betapa perjalanan yang kutempuh harus melalui sebuah perjuangan yang tak kenal lelah, ketika sebelumnya masih segar dalam ingatan bagaimana aku memohon kebijakasanaan kepada dua orang temanku yang baru saja menikmati jabatan struktural di kantor yang sama denganku. Perjuangan yang panjang memang telah menghasilkan sesuatu yang selama ini aku idam-idamkan, yakni keinginanku untuk menjadi seorang auditor sesuai dengan pendidikan yang telah aku terima beberapa tahun sebelumnya. Dikarenakan kawan-kawanku telah terlebih dahulu menikmati jabatan fungsional yang banyak diinginkan oleh semua orang di kantorku. Termasuk aku sendiri pun menginginkannya. Namun karena kebijakan waktu itu tidak kondusif, maka aku pun tak dapat memperjuangkannya. Panjangnya Birokrasi dan sistem politik yang membelenggu kebebasan berdemokrasi (berbeda pendapat) tidak memungkinkan setiap orang untuk berani mengajukan usulan apalagi tuntutan.

Namun semua itu telah berlalu. Hari kebebasan pun bisa aku nikmati saat ini. Aku berani mengajukan usulan dan tuntutan, meski hasil yang kan didapat tak bisa ditebak. Semua berpulang pada kebijaksanaan kedua kawanku tersebut. Alhasil setelah kutunggu-tunggu usulan dan tuntutan itu membuahkan kemenangan di pihakku. Dari hasil perjuanganku itu masih kurasakan ganjalan yang mengarah pada sentimen dari kawan-kawanku yang tak percaya bahwa usulan dan tuntutanku itupun terpenuhi. Mereka tak percaya dengan alasan bahwa usulan dan tuntutan itu harus keluar biaya dari diri sendiri. Bagi mereka mustahil, jika permintaan itu datang dariku dan dibiayai oleh dinas atau kantor, bukan dari kantongku sendiri. Tapi, apapun ocehan dan atau ucapan mereka, aku hanya menganggap ‘anjing menggonggong kafilah berlalu’. Perduli amat mendengarkan ucapan mereka yang iri atau sentimen dengan usahaku. Terpenting bagiku adalah kenyataan yang kudapat memang demikian adanya. Titik.

Haripun telah menyongsong pagi dan tak lama lagi akan datang siang. Aku menjejakkan kakiku di bumi ‘Sriwijaya’, kata orang Palembang. Aku berharap, pagi yang cerah ini juga akan membawa cerah pula usahaku disini. Cita-cita telah kutanamkan pada jiwa dan batin ini, semoga aku mendapatkan kebahagiaan.

Hari pertama aku belum melakukan tugas atau kegiatan apapun di kantor yang baru. Aku hanya melapor kedatanganku kepada Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan wilayah II Palembang. Waktu yang ada aku gunakan untuk berkenalan atau memperkenalkan diri kepada kawan-kawan baruku, meski ada juga beberapa kawan lamaku yang dulunya dari kantor di Jakarta, tetapi mereka pindah kesini telah lebih dulu dari aku. Ada kawanku yang kuanggap sukses setelah berpindah dari kantor Jakarta. Ini yang memotivasi, kalau akupun harus sukses seperti kawanku itu. Kawanku itu berinisial KD (yang beserta isteri dan anaknya pindah ke Medan sebelumnya). Ia sukses dengan memiliki rumah dan mobil sendiri (yang sebelumnya aku tahu kalau dia itu seperti apa). Aku melihat sisi positifnya dan dapat kupelajari sebagai bekal aku hidup disini. Aku tak mau hanya terpesona atau terpaku dengan keberhasilannya, bagiku langkah selanjutnya adalah menata hari-hari berikut yang akan aku lalui. Segala daya upaya akan aku lakukan untuk mencapai tujuanku.

Hari kedua aku masih seperti hari kemarin, belum melakukan kegiatan sebagimana layaknya bekerja di kantor. Aku saat itu masih memikirkan posisi aku yang belum mempunyai unit kerja, karena masih bersifat sementara, dimana keadaan kantor baru saja berbenah sehabis pindahan dari kantor yang lama di Jalan Demang Lebar Daun ke Jalan Kapten Anwar Sastro atau lebih dikenal dengan sebutan Jalan Lorong Kulit. Ya, jalan lorong kulit memang nama yang diberikan waktu itu dan orang-orang pun lebih kenal dan tahu nama jalan itu meski sudah berganti nama. Pada hari kedua aku meminta izin kepada atasanku untuk mencari tempat tinggal sementara sebelum keluargaku ikut bersamaku. Keluargaku masih tinggal di Kota Depok – Jawa Barat dikarenakan aku harus mencari tempat tinggal dan sekolah untuk mereka. Aku memiliki lima orang anak yang terdiri dari tiga orang puteri dan dua orang putera yang kesemuanya harus kuurus kebutuhannya. Aku mencari tempat penginapan/rumah sewa untuk keluargaku, yang menurut aku harus dekat dengan kantor dan juga sekolah anak-anakku. Selain itu biaya sewa yang tak terlalu mahal atau terjangkau. Karena aku belum mengerti seluk beluk Kota Palembang, ditambah lagi cerita-cerita yang kurang sedap tentang masyarakat palembang yang suka main ‘tujah’ atau tusuk. Benarkah demikian?

Dalam perjalan kisahku ini akan terjawab apa yang telah aku terima gambaran dari perilaku masyarkat Palembang yang ‘kriminal’ ternyata salah dan tak semuanya seperti itu. Di awal-awal aku singgah atau tinggal di Kota Palembang, perasaan was-was atau takut masih menempel dibenakku. Bila malam tiba, aku lebih banyak mengurung diri di dalam kamar, tapi sekali-sekali aku bercengkerama dengan teman satu kost, untuk mengusir kesendirianku di perantauan. Aku mulai memiliki teman. Aku mulai berkenalan dengan teman-reman satu kost. Satu persatu aku tahu siapa mereka. Ada yang bekerja di swasta, tapi kebanyakan adalah pegawai negeri sipil, termasuk teman sekantor yang bernama Zawernis Duko yang asal padang-Sumatera Barat dan Untoro yang asal Jawa.

O ya, aku bisa mendapatkan tempat kost-an karena jasa seseorang yang sebenarnya adalah atasanku di kantor. Beliaulah yang menunjukkan tempat kost-an tersebut kepadaku, yang ternyata sangat dekat dengan kantorku. Beliau telah meninggal dunia pada tahun 2007, setelah aku pindah di Lampung (Kota Bandar Lampung). Aku dan juga keluarga merasa ikut kehilangan atas berpulang kerahmatullahnya, karena beliau punya jasa yang tak kan pernah kami lupakan selamanya. Selama keberadaanku di kantor perwakilan di palembang, aku sangat terbantu dalam tugas-tugas pemeriksaan. Sebagai contoh, aku mendapat tugas hingga lima (5) kali dalam tahun 2005, sampai sampai banyak teman yang iri dan curiga dengan kedekatanku pada beliau itu. Sungguh aku dekat dengan bleiau karena faktor perteman/persahabatan dan juga kekeluargaan, sehingga murni tak ada maskud lain.

Hari demi hari kulalui, tak terasa tahunpun berganti. Banyak cobaan datang silih berganti. Kenyamanan dalam aku bekerja terasa semakin menurun, dikarenakan adanya tekanan, gunjingan, bahkan finahan yang datang mengahmpiriku....(bersambung)

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?” Isa menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib”. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan) nya yaitu: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu”, dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.” (QS. Al Maaidah: 116-117).

Fauna

Fauna
Penguin yang cantik

Search

 
Posts RSSComments RSSBack to top
© 2011 Kesusasteraan Indonesia ∙ Designed by BlogThietKe | Distributed by Rocking Templates
Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0